Buserekspose. Com// – Kota Jambi Pada hari Sabtu (08/02/2025)Poltekkes Kemenkes Jambi menerima Mahasiswa Program Sarjana Terapan untuk Kelas RPL (kelas Kota, karyawan dan Palembang) Tahun Akademik 2024/2025 Program Studi Sanitasi Lingkungan.
Setiap Mahasiswa Program Sarjana Terapan Kelas RPL tersebut dikenakan biaya UKT sekitar Rp. 4.6 juta per semester Tahun Akademik 2024/2025. Menurut data yang diterima ada sekitar 49 orang Kelas RPL Palembang, 17 orang Kelas Kota dan 9 orang Kelas Karyawan.
Dari hasil informasi dan data yang diterima, Jum’at 07/02/2025 adanya dugaan Penarikan/Pungutan diluar UKT untuk di berikan kepada Dosen sebagai uang transportasi, Konsumsi dan akomodasi. Pungutan tersebut diduga atas Kebijakan atau instruksi dari Kajur Kesehatan Lingkungan dan dikordinir oleh Sekretaris Jurusan dengan Jumlah yang berbeda untuk masing-masing kelas RPL tersebut (kelas Palembang, Kota dan Karyawan).
UKT ialah sistem pembayaran kuliah yang tunggal, dan tidak boleh ada lagi pungutan diluar itu. sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Permenristekdikti 39 tahun 2016 Tentang UKT & BKT dan peraturan-peraturan UKT terdahulu.[1] Sehingga kalau ada pungutan, tidak lain merupakan pelanggaran hukum atau sifatnya ilegal.
Apakah Boleh pihak kampus menarik biaya tanpa ada Dasar Hukumnya ? Dan dasar hukum seperti apa yang bisa menjadi landasan pungutan-pungutan itu?. Pada dasarnya seluruh di tindakan pejabat kampus ialah tindakan pejabat publik/pejabat tata usaha negara/pejabat administrasi. Sebab kampus merupakan institusi publik atau kepanjangan tangan negara dalam penyelenggaraan urusan pendidikan tinggi. Oleh karenanya diikat dengan hukum administrasi negara yang syarat akan asas.
Salah satu asas yang harus menjadi pegangan bagi pejabat ialah asas legalitas sebagai syarat yang menyatakan, bahwa tidak satu perbuatan atau keputusan Administrasi Negara yang boleh dilakukan tanpa dasar atau pangkal suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain yang dimaksud diatas, perbuatan pejabat kampus (termasuk pungutan) juga mesti berlandas pada asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam pasal 3 angka 1 UU No. 28/1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dari KKN yang mengharuskan setiap kebijakan penyelenggaraan negara mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan.
Didalam PP No. 74/2012 Tentang perubahan atas PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU memang disebut bahwa lembaga BLU dapat memungut biaya atas suatu barang/jasa layanan (dalam hal ini jasa pendidikan) namun tidak bisa sembarangan alias ngawur.
Kewenangan memungut dan kewenangan menentukan besaran biaya atau tarif atas barang/jasa layanannya juga harus berdasarkan aturan yang jelas yakni berupa peraturan menteri keuangan, hal ini dipertegas di dalam Pasal 9 ayat (8) PP No.74/2012.
Artinya, jikapun akan ditarik pungutan untuk biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi maka harus ada aturanya berupa peraturan menteri keuangan. Mengapa landasannya harus peraturan menteri keuangan? Sebab seluruh penerimaan atas suatu barang/jasa layanan BLU seperti Poltekkes Kemenkes Jambi bentuknya ialah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). PNBP merupakan sumber pemasukan negara dan wajib disetor ke kas Negara yang tanggungjawabnya dipegang oleh kementerian keuangan. Mengenai setor menyetor kas negara itu diatur eksplisit dalam Pasal 4 UU No. 20/1997 Tentang PNBP.
Perlu jadi catatan penting, bahwa setiap jenis dan tarif atas seluruh barang/layanan jasa yang diselenggarakan POLTEKKES Kemenkes Jambi sebagai BLU haruslah tunduk pada aturan tentang BLU, PNBP, dan Keuangan Negara. Bahkan sederhananya, uang receh yang masuk ke Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan ialah uang negara dan masuk ke kas negara. Misalnya, denda perpustakaan yang jumlahnya 500 perak bahkan diatur dalam Permenkeu No. 22/pmk.05/2015 tentang Tarif atas Layanan BLU POLTEKKES Kemenkes Jambi pada Kemenristekdikti.
Jadi jelas aturan dan dasar hukumnya, sebegitu penting uang receh harus diatur.
Apalagi uang pungutan transportasi, konsumsi atau akomodasi yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan ribu. Hal ini menjadi kian penting, sebab urusan keuangan penyelenggaraan pendidikan bukan seperti urusan uang rumah tangga atau warung kelontong yang bisa semaunya tiap orang.
Jadi begini, seharusnya dengan sistem UKT yang berlaku, seluruh biaya operasional Dosen ditiap program studi sudah terakomodir. Termasuk biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi.
//Team B.A//